Kamis, 05 Maret 2015

5 (Lima) S

5 (Lima) S

Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf.
Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacaan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi. Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi.
Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya kalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama in bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 S Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

1. Senyum
Kita harus meneliti relung hati kita kalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

2. Salam
Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

3. Sapa
Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

4. Sopan
Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

5. Santun
Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapang dadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

Catatan:
Tulisan ini diambil dari ceramah-ceramah Aagym yang dituangkan dalam tulisan bila ada kesalahan dalam isi (tidak sesuai dengan ceramah Aagym) merupakan kesalahan penulis.

5 Kiat Praktis Mengatasi Persoalan Hidup

5 Kiat Praktis Mengatasi Persoalan Hidup

Hal yang pasti tidak akan luput dari hidup kita sehari-hari adalah apa yang disebut dengan “ masalah “ atau persoalan hidup. Dimanapun, apapun dan dengan siapapun, semua memungkinkan munculnya masalah.
Namun andaikata kita cermati dengan seksama ternyata dengan persoalan yang précis sama, sikap orang pun berbeda-beda. Ada yang begitu panik, goyah, kalut dan stres. Tapi ada pula yang menghadapinya secara mantap, tenang atau bahkan malah menikmatinya.
Hal ini berarti bahwa “masalah “ atau persoalan yang sesungguhnya, bukan terletak pada persoalannya, melainkan pada sikap terhadap persoalan tersebut.
Oleh karena itu, siapapun yang ingin menikmati hidup ini dengan baik, benar, indah lagi bahagia mutlak bagi dirinya untuk terus menerus meningkatkan kuantitas dan kualitasnya seiring dengan pertambahan umur, tuntutan, harapan, kebutuhan, cita-cita serta tanggung jawab.
Kelalaian kita dalam menyadari pentingnya bersungguh-sungguh mencari ilmu mengenai cara manghadapi hidup ini ditambah dengan kemalasan kita dalam melatih dan mengevaluasi keterampilan kita dalam menghadapi persoalan hidup, berarti akan membuat hidup  ini hanyalah sekedar perpindahan kesengsaraan, penderitaan, kepahitan dan tentu saja kehinaan yang bertubi-tubi.  Na’udzubillah.

1. SIAP

Siap apa? Siap menghadapi yang cocok dengan yang diinginkan dan siap menghadapi yang tidak cocok dengan keinginan.
Kita memang diharuskan memiliki keinginan cita-cita, rencana yang benar dan wajar dalam hidup ini. Bahkan kita sangat dianjurkan untuk gigih ikhtiar mencapai apapun yang terbaik bagi dunia akhirat, semaksimal kemampuan yang Allah Swt berikan kepada kita.
Namun bersamaan dengan itu kita pun harus sadar sesadar-sadarnya bahwa kita hanyalah makhluk  yang sangat banyak memiliki keterbatasan untuk mengetahui segala hal yang tidak terjangkau oleh daya nalar dan kemampuan kita.
Dan dalam hidup ini ternyata lebih sering terjadi yang tidak terjangkau oleh pikiran kita, yang diluar dugaan dan diluar kemampuan kita untuk mencegahnya.
Andaikata kita selalu terjebak dengan tindakan yang salah dalam mensikapinya maka betapa hari-hari akan berlalu penuh kekecewaan, penyesalan, keluh kesah, kedongkolan, hati yang galau. Sungguh rugi! Padahal hidup hanya satu kali dan kejadian yang tak diduga pun pasti akan terjadi lagi.
Kita punya rencana, Allah Swt pun punya rencana dan yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allh Swt.
Yang lebih lucu serta menarik, yaitu kita sering marah dan kecewa dengan suatu kejadian namun setelah waktu berlalu ternyata ‘kejadian’ tersebut   begitu menguntungkan dan membawa hikmah yang sangat besar dan sangat bermanfaat, jauh lebih baik dari apa yang diharapkan sebelumnya.
Alkisah ada dua orang kakak beradik penjual tape, yang berangkat dari rumahnya disebuah dusun pada pagi hari seusai shalat shubuh. Di tengah pematangan sawah tiba-tiba pikulannya sang kakak berderak patah. Tape dipikulan sebelah kiri masuk kesawah dan yang sebelah kanan masuk ke kolam.
Betapa kaget, sedih, kesal dan merasa sangat sial, jualan belum, untung belum bahkan modalpun habis terbenam. Dengan penuh kemurungan dan uring-uringan kembali kerumah.
Tapi dua jam kemudian dating berita yang mengejutkan, ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedagang tape terkena musibah sehingga seluruh penumpangnya cidera bahkan di antaranya ada yang cidera berat.
Satu-satunya di antara kelompok pedagang yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang selamat hanyalah dirinya, yang tidak jadi berjualan karena pikulannya patah.
Subhanallah, dua jam sebelumnya patah pikulan dianggap kesialan besar, dua jam kemudian patah pikulan dianggap keburuntungan luar biasa.
Oleh karena itu “fa idzaa azamta fa tawaqqal alallah”, bulatkan tekad, sempurnakan ikhtiar namun hati tetep menyerahkan segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Allah Swt. Dan siapkan mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut ilmu Allah Swt.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 216 “Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal bagi Allah Swt. Lebih baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal buruk dalam pandangan Allah Swt.”
Maka jikalau dilamar seseorang bersiaplah untuk menikah dan bersiap pula kalau tidak jadi nikah. Karena melamar kita, belumlah tentu jodoh terbaik  seperti yang senantiasa diminta oleh dirinya maupun orang tuanya.
Kalau mau UMPTN berjuanglah sungguh-sungguh untuk diterima ditempat yang dicita-citakan namun siapkan pula diri ini, andaikata Allah Yang Maha Tahu bakat, karakter dan kemampuan kita sebenarnya akan menempatkan di tempat yang lebih cocok, walaupun tidak sesuai dengan rencana sebelumnya.
Melamar kerja, lamarlah dengan penuh kesungguhan namun hati harus siap andaikata Allah Swt. Tidak mengijinkannya karena Allah tahu tempat jalan rezeki yang lebih berkah.
Bila berbisnis, jadilah seorang professional yang handal, namun ingat bahwa keuntungan besar yang kita rindukan belumlah tentu maslahat bagi dunia akhirat kita. Maka bersiaplah menerima untung terbaik menurut perhitungan Allah Swt.
Demikianlah dalam segala urusan apapun yang kita hadapi.

Kesimpulan:
Sempurnakan niat dan ikhtiar, namun hati siapkan menerima apapun yang terbaik menurut Allah Swt.

2. RIDHO

Siap menghadapi apapun yang akan terjadi dan bila terjadi maka satu-satunya langkah awal yang harus dilakukan adalah mengelola hati kita agar ridho (rela) dengan kenyataan yang ada.
Mengapa demikian?, karena walaupun dongkol, uring-uringan, kecewa berat tetap saja kenyataan sudah terjadi. Pendek kata ridho tidak ridho kejadian tetap sudah terjadi, maka lebih baik hati kita ridho saja menerimanya.
Menanak nasi gagal, malah jadi bubur. Andaikata kita muntahkan kemarahan tetap saja bubur, tidak marahpun tetap bubur, maka daripada mendzolimi orang lain dan memikirkan sesuatu yang membuat hati mendidih, lebih baik pikiran dan tubuh kita sibuk mencari bawang goreng, ayam, cakwe, seledri, keripik dan kecap supaya bubur kita menjadi bubur ayam special, tentu selain perasaan kita tidak jadi sengsara, nasi yang gagal pun tetap bias dinikmati dengan lezat.
Misalkan sedang jalan-jalan, tiba-tiba ada batu kecil nyasar entah dari mana dan mendarat tepat dikening kita, maka hati kita harus ridho karena tidak ridhopun tetep benjol. Tentu saja ridho terhadap sesuatu kejadian bukan berarti pasrah total sehingga tidak bertindak apapun, itu adalah pengertian yang keliru.
Pasrah (ridho) itu hanya amalan hati. Kita menerima kenyataan yang ada, tapi pikiran dan tubuh wajib ikhtiar untuk memperbaiki kenyataan dengan cara yang diridhoi Allah Swt.
Kondisi hati yang tenamg (ridho)  ini sangat membantu menjadikan proses ikhtiar menjadi positif, optimal dan bermutu.
Orang yang stess adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental menerima kenyataan yang ada, selalu saja pikirannya tidak relistis, tidak sesuai dengan kenyataan, sibuk menyesali dan mengandai-andai dengan sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak mungkin terjadi, sungguh kesengsaraan yang dibuat sendiri.
Misalkan tanah warisan telah dijual tahun yang lalu dan saat ini ternyata harga tanah tersebut melojak berlipat ganda, maka orang-orang yang malang selalu saja menyesali mengapa dulu tergesa-gesa dijual. Kalau saja mau ditangguhkan niscaya akan lebih beruntung, dan biasanya dilanjutkan dengan bertengkar saling menyalahkan sehingga semakin lengkap saja penderitaan dan kerugian memikirkan tanah yang nyata-nyata telah menjadi milik orang lain.
Berbadan pendek – sibuk menyesali diri – mengapa tidak jangkung. Setiap melihat tubuhnya, kecewa, apalagi melihat yang lebih tinggi dari dirinya. Sayangnya penyesalan ini tidak menambah tingginya walau  satu senti pun jua.
Memiliki orang tua kurang mampu atau telah cerai, atau sudah meninggal, lalu sibuk menyalahkan dan menyesali keadaan bahkan terkadang menjadi tidak mengenal sopan santun kepada keduanya, padahal sikap ini tidak memperkaya atau mempersatukannya, atau menghidupkannya kembali.
Sungguh banyak sekali kesalahan berpikir dan bertindak terhadap apa yang sudah terjadi, yang tidak menambah apapun selain menyengsarakan diri.
Ketahuilah hidup ini terdiri dari berbagai episode yang tidak akan monoton, ini adalah kenyataan hidup. Silahkan kenang perjalanan hidup kita yang telah lalu. Benar-benar kita harus arif mensikapi setiap episode dengan lapang dada, kepala dingin dan hati yang ikhlas. Jangan selimuti diri dengan keluh kesah, semua itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi sebaliknya.

Kesimpulan:
Hati harus ridho menerima apapun kenyataan yang terjadi sambil ikhtiar memperbaiki kenyataan pada jalan yang diridhoi Allah Swt.

3. JANGAN MEMPERSULIT DIRI

Andaikata kita mau jujur, sesungguhnya kita ini paling hobi mengarang, mendramatisir dan mempersulit diri. Sebagian besar penderitaan kita adalah hasil dramatisasi perasaan dan pikiran sendiri.
Selain tidak pada tempatnya,  juga pasti membuat masalah akan menjadi besar, lebih seram, lebih dahsyat, lebih pahit, lebih gawat, lebih pilu daripada kenyataan aslinya, dan tentu ujungnya akan terasa jauh lebih nelangsa,  lebih repot dalam menghadapinya (menyelesaikannya)
Orang yang menghadapi masa pensiun, terkadang jauh sebelumnya sudah sengsara. Terbayang gaji kecil yang pasti tidak akan mencukupi kebutuhan, padahal saat ini saja sudah pas-pasan, ditambah lagi kebutuhan anak-anak yang kian membengkak, anggaran rumah tangga plus listrik,air, cicilan rumah belum lunas, utang belum terbayar.
Belum lagi kalau sakit, tidak ada anggaran pengobatan, umur makin menua, fisik kian melemah. Semakin panjang derita yang kita buat, maka semakin panik menghadapi pengsiun.
Tentu saja sangat boleh kita memperkirakan kenyataan yang akan terjadi namun harus terkendali dengan baik jangan sampai perkiraan itu membuat putus asa dan sengsara sebelum waktunya.
Begitu banyak orang yang sudah pensiun yang ternyata tidak segawat yang diperkirakan atau bahkan jauh lebih tercukupi dan berbahagia daripada sebelumnya.
Apakah Allah Swt. Yang Maha Kaya akan menjadi kikir terhadap para pensiunan atau terhadap kakek-kakek dan nenek-nenek padahal pensiun hanyalah salah satu episode hidup yang harus dijalani, yang tidak mempengaruhi janji dan kasih sayang Allah.
Maka dalam menghadapi persoalan apapun jangan hanyut tenggelam dalam pikiran yang salah. Kita harus tenang, menguasai diri. Renungkanlah janji dan jaminan pertolongan Allah Swt.
Dan bukanlah kita sudah sering melalui masa-masa yang sangat sulit dan ternyata bisa lolos akhirnya, tidak segawat yang kita perkirakan sebelumnya.
Yakinlah bahwa Allah Yang Maha Tahu segalanya pasti telah mengukur ujian yang menimpa kita sesuai dengan dosis yang tepat dengan keadaan dan kemampuan kita.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan dan sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan “. (Al Insyiroh/94:5-6)
Sampai dua kali Allah Swt. Mengutamakan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus kesulitan,  karena dunia ini bukan neraka. Begitupun, tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus kelapangan dan kemudahan karena dunia ini bukan surga, segalanya pasti akan ada akhirnya dan dipergilirkan dengan keadilan Allah Swt.

4. EVALUASI DIRI

Ketahuilah hidup ini bagai gaung di pegunungan, apa yang kita bunyikan, suara itu pulalah yang akan kembali kepada kita, artinya segala yang terjadi pada kita adalah buah dari apa yang kita lakukan.
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar (seberat) dzarahpun, niscaya dia akan lihat balasannya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarahpun niiscaya dia akan melihat balasannya.” (Qs. Al Zalzalah 7,8)
Allah Swt. Maha Peka terhadap apapun yang kita lakukan, dan dengan keadilannya tidak akan ada yang meleset. Siapaun yang berbuat kebaikan sekecil apapun dan setersembunyi apapun, niscaya Allah Swt.akan membalas berlipat ganda dengan aneka bentuk yang terbaik menurut-Nya.
Sebaliknya kedzoliman sehalus apapun yang kita lakukan yang nampaknya seperti mendzolimi orang lain, padahal sesungguhnya kita sedang mendzolimi diri sendiri dan sedang mengundang bencana balasan dari Allah Awt. Yang pasti lebih getir dan gawat, naudzubilah.
Andaikata ada batu yang menghantam kening kita, selain hati harus ridho, kitapun harus merenung, mengapa Allah menimpakan batu ini tepat kekening kita, padahal lapangan begitu luas dan kepalapun begitu kecil?
Bisa jadi semua ini adalah peringatan, bahwa kita sangat sering lalai bersujud, atau sujud kita lalai dari mengingat-Nya. Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, pasti segalanya ada hikmahnya.
Dompet hilang? Mengapa dari satu bis, hanya kita yang ditakdirkan hilang dompet. Jangan sibuk menyalahkan pencopet, karena memang sudah jelas salah dan begitu pekerjaannya.
Renungkanlah… boleh jadi kita ini termasuk si kikir, si pelit. Allah Maha Tahu jumlah zakat dan sedekah yang kita keluarkan. Apa sulitnya bagi Dia untuk mengambil apapun yang dititipkan kepada hamba-hamba-Nya.
Anak nakal…! Suami kurang betah di rumah dan kurang mesra ….!, rezeki seret dan sulit…!, bibir sariawan terus menerus atau apa saja kejadian yang menimpa, dalam bentuk apapun, adalah sarana yang paling tepat untuk mengevaluasi.
Segala yang terjadi adalah dengan ijin Allah dan pasti ada hikmah tersendiri yang amat sangat bermanfaat, andaikata kita mau bersungguh-sungguh merenung dengan benar.
Jangan terjebak hanya menyalahkan dan mendamprat orang lain, karena tindakan emosional seperti ini sedikit sekali memberi nilai tambah bagi kepribadian kita. Bahkan bila tidak tepat serta berlebihan hanya akan menimbulkan kebencian dan masalah baru.
Ketahuilah dengan sungguh-sungguh merubah diri, maka berarti pula kita merubah orang lain. Camkan, orang lain tidak hanya punya telinga, namun mereka pun memiliki mata, perasaan, pikiran yang dapat menilai siapa diri kita yang sebenarnya.

Kesimpulan:
Jadikanlah setiap masalah menjadi sarana efektif untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri,karena hal itulah yang menjadi keuntungan bagi diri dan pengundang pertolongan Allah Swt.

5. HANYA  ALLAH-LAH SATU-SATUNYA PENOLONG

Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu kecuali dengan ijin Allah Swt. Baik itu berupa musibah, maupun berupa nikmat, walau bergabung jin dan manusia seluruhnya akan mencelakakan kita,demi Allah tidak akan jatuh satu helai rambutpun tanpa ijin-Nya.
Begitupun sebaliknya walau bergabung jin dan manusia menjanjikan akan menolong atau memberi sesuatu, tidak pernah akan datang satu peserpun tanpa ijin-Nya.
Mati matian kita ikhtiar dan meminta bantuan siapapun, tanpa ijin-Nya tak akan pernah terjadi yang kita harapkan. Maka sebodoh-bodoh kita adalah orang yang paling berharap dan takut kepada selain Allah.Itulah biang kesengsaraan dan biang jauhnya pertolongan Allah Swt.
Ketahuilah yang namanya makhluk itu ‘laa haula walaa quwata illa billahi ‘aliyil ‘adziim” tiada daya dan tiada upaya kecuali pertolongan Allah Yang Maha Agung. Asalnya hanya setetes sperma, ujungnya jadi bangkai, kemana-mana membawa kotoran.
Allah menjanjikan dalam Surat At-Thalaq 2-3: ‘ Barang siapa yang bersungguh-sungguh mendekati Allah (bertaqwa) niscaya akan diberi jalan keluar bagi setiap urusannya, dan akan diberi rizki dari tempat yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya”.
Andaikata sadar dan meyakininya, maka kita memiliki bekal yang sangat kokoh untuk mengarungi hidup ini, tidak pernah gentar menghadapi persoalan apapun karena sesungguhnya yang paling mengetahui struktur masalah kita sebenarnya hanyalah Allah Swt, berikut segala jalan keluar terbaik menurut pengetahuan-Nya Yang Maha Sempurna.
Dia sendiri berjanji akan menuntun memberi jalan keluar dari segala masalah, sepelik dan seberat apapun, karena bagi Dia tidak ada yang rumit dan pelik, semuanya serba mudah dalam gemgaman kekuasaan-Nya.
Pendek kata, jangan takut menghadapi masalah tapi takutlah tidak mendapat pertolongan Allah dalam menghadapinya. Tanpa pertolongan –Nya kita akan terus berkelana dalam kesusahan. Persoalan yang berujung persoalan baru, tanpa nilai tambah bagi dunia akhirat kita, benar-benar kerugian yang nyata.
Terimalah ucapan selamat berbahagia, bagi saudara-saudaraku yang taat kepada Allah dan semakin taat lagi ketika diberi kesusahan dan kesenangan. Sholat terjaga, akhaq mulia, dermawan, hati bersih, dan larut dalam amal-amal yang disukai Allah Swt.
Insya Allah masalah yang ada akan menjadi jalan pendidikan dan Allah yang akan semakin mematangkan diri, mendewasakan, menambah ilmu, meluaskan pengalaman, melipatgandakan ganjaran dan menjadikan hidup ini jauh lebih bermutu, mulia dan terhormat dunia akherat.

Catatan:
Tulisan ini diambil dari ceramah-ceramah Aagym bila ada kesalahan dalam isi (tidak sesuai dengan ceramah Aagym) merupakan kesalahan penulis.

Rabu, 04 Maret 2015

5 Tipe Manusia

5 Tipe Manusia
(Ceramah Aagym)


Pengklasifikasian manusia ini dipandang dari istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini sama sekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karena makna dan istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri. (Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)

1. Manusia “Wajib”
Tipe manusia wajib ini memiliki ciri :
• Keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.

• Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.

• Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.

• Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengan kehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya

2. Manusia “Sunnah”
Ciri dari tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.

3. Manusia “Mubah”
Ciri khas tipe ini adalah: ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktif lainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja. Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajari latar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.

4. Manusia “Makruh”
Ciri dari kelompok ini adalah: adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.

5. Manusia “Haram”
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan “ketiadaannya”. Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri. Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah “trouble maker”.
Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...?

Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti.
Jadilah manusia yang “wajib ada”. 

Catatan:
Tulisan ini diambil dari ceramah-ceramah Aagym yang dituangkan dalam tulisan bila ada kesalahan dalam isi (tidak sesuai dengan ceramah Aagym) merupakan kesalahan penulis.

Barokah Shalat Khusyu

Barokah Shalat Khusyu
(Ceramah Aagym)

Hikam: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. (Al-Quran: Surat Al-Mu’ minun).
Rosulullah SAW bersabda : Ilmu yang pertama kali di angkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani )

Nabi Muhammad SAW dalam sholatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku dan sujudnya panjang, terutama ketika sholat sendiri dimalam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Sholatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, sholatnya itu teraflikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri orang-orang yang sholatnya khusyu:
1. Sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dan perbuatan dan perkataan sia-sia apa lagi maksiat. Jadi orang-orang yang menyia-nyiakan waktu suka berbuat maksiat berarti sholatnya belum berkualitas atau belum khusyu.

2. Niatnya ikhlas, jarang kecewa terhadap pujian atau penghargaan, dipuji atau tidak dipuji, dicaci atau tidak dicaci sama saja.

3. Cinta kebersihan karena sebelum sholat, orang harus wudhu terlebih dahulu untuk mensucikan diri dan kotoran atau hadas.

3. Tertib dan disiplin, karena sholat sudah diatur waktunya.

4. Selalu tenang dan tuma’ninah, tuma’ ninah merupakan kombinasi antara tenang dan konsentrasi.

4. Tawadhu dan rendah hati, tawadhu merupakan akhlaknya Rosulullah.

5. Tercegah dan perbuatan keji dan munkar, orang lain aman dari keburukan dan kejelekannya.

6. Orang yang sholatnya khusyu dan suka beramal baik tapi masih suka melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, mudah-mudahan orang tersebut tidak hanya ritualnya saja yang dikerjakan tetapi ilmunya bertambah sehingga membangkitkan kesadaran dalam dirinya.

Jika kita merasa sholat kita sudah khusyu dan kita ingin menjaga dari keriaan yaitu dengan menambah pemahaman dan mengerti bacaan yang ada didalam sholat dan dalam beribadah jangan terhalang karena takut ria.

Inti dalam sholat yang khusyu yaitu akhlak menjadi baik, sebagaimana Rosulullah menerima perintah sholat dari Allah, agar menjadikan akhlak yang baik. Itulah ciri ibadah yang disukai Allah.
Semoga kira semua bisa dan mampu meningkatkan kualitas sholat kita. Aamiiin…


Catatan:
Tulisan ini diambil dari ceramah-ceramah Aagym yang dituangkan dalam tulisan bila ada kesalahan dalam isi (tidak sesuai dengan ceramah Aagym) merupakan kesalahan penulis.